Kenapa Buku “Quiet” Bikin Aku Merasa Dimengerti

Aku akhirnya merasa ‘dimuat’ lewat buku Quiet oleh Susan Cain :)

Sampul edisi paperback Quiet oleh Susan Cain yang didesain minimalis dengan huruf Q merah besar, mengisyaratkan kekuatan keheningan dan refleksi.
Statistik Buku Quiet: The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking karya Susan Cain
Goodreads rating4.07/5
PenerbitCrown Publishing Group/Random House (2012)
Halaman325 halaman
GenrePsikologi, Nonfiksi, Self-help
Bahasa AsliInggris
ISBN978-0307352156
PenulisSusan Cain (lulusan Harvard Law School dan Princeton)
PenghargaanGoodreads Choice Award for Nonfiction (2012)
Versi Bahasa IndonesiaDiterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama

Udah beberapa lama sejak terakhir kali aku review buku yang udah aku selesaikan. sebenernya ada beberapa buku yg menunggu aku post review hanya saja butuh konsistensi hehe

Welp, aku baru aja selesai baca buku Quiet: The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking karya Susan Cain, dan sejujurnya, ini adalah salah satu buku yang paling relate sama aku. Sepanjang baca, aku berulang kali ngangguk-ngangguk sendiri sambil mikir, “Kok ini bener banget ya?”

Buku ini nggak cuma soal introvert vs ekstrovert. Lebih dari itu, Susan Cain membahas kenapa budaya kita terutama di dunia kerja dan sekolah lebih nge-value orang yang vokal, energik, dan suka bersosialisasi. Padahal, orang-orang yang lebih pendiam, reflektif, dan suka menyendiri juga punya kekuatan yang luar biasa.

Dunia yang Nggak Berhenti Bicara

Susan Cain menjelaskan kalau sejak awal abad ke-20, masyarakat Barat berubah dari “Culture of Character” ke “Culture of Personality”. Artinya, sekarang kita lebih fokus ke bagaimana orang lain melihat kita apakah kita terlihat percaya diri, asertif, dan menarik perhatian. Ini yang bikin banyak introvert merasa harus “pura-pura” jadi ekstrovert buat bisa sukses di sekolah atau kantor.

Yang paling bikin aku relate adalah bagian tentang “New Groupthink” ide bahwa kolaborasi dan kerja kelompok adalah cara terbaik untuk produktif. Di mana-mana sekarang kita dituntut untuk brainstorming bareng, meeting terus-menerus, dan bekerja di open space. Padahal buat introvert kayak aku, kreativitas justru muncul waktu kita punya waktu sendiri untuk mikir dan fokus.

Introvert Itu Bukan Cacat

Salah satu hal yang paling aku suka dari buku ini adalah validasi bahwa introvert itu normal dan justru punya kontribusi besar di dunia. Susan Cain ngasih banyak contoh orang-orang kreatif dan pemimpin hebat yang ternyata introvert dari ilmuwan, penulis, sampai entrepreneur.

Buku ini juga ngebahas sisi biologis dari introvert. Ternyata, preferensi kita untuk menyendiri atau bersosialisasi itu ada hubungannya sama cara otak kita merespons stimulasi. Introvert lebih sensitif terhadap stimulasi eksternal, jadi kita lebih cepet capek kalau terlalu lama di lingkungan yang ramai atau penuh interaksi sosial.

Aku jadi lebih ngerti kenapa setelah pertemuan seharian atau acara sosial, aku butuh waktu sendiri buat “recharge”. Ini bukan karena aku antisosial atau nggak suka orang lain ini cuma cara aku mengembalikan energi.

Pelajaran yang Aku Ambil

Kalau ada satu hal yang aku ambil dari buku ini, itu adalah a newfound sense of entitlement to be yourself. Aku nggak perlu lagi merasa bersalah karena lebih suka ngerjain project sendiri, atau karena lebih milih hangout sama satu atau dua teman deket daripada pesta besar.

Tapi buku ini juga ngajarin soal fleksibilitas. Introvert bisa kok “flex” jadi ekstrovert kalau emang dibutuhkan untuk hal-hal yang penting buat kita yang Susan Cain sebut sebagai “core personal projects”. Yang penting, kita tetap kasih waktu buat diri sendiri setelahnya.

Kalau kamu pernah baca artikel seperti “Hidup Itu Kontradiksi yang Indah” di JatiNotes yang aku tulis, kamu tahu bahwa kondisi kita sering di antara dua kutub: pengen konek, tapi juga butuh sendiri dan buku ini bantu banget buat memahami dinamika itu.

Kenapa Kamu Harus Baca Buku Ini

Quiet adalah buku yang well-researched, penuh studi ilmiah, dan cerita-cerita menarik. Tapi yang bikin buku ini powerful adalah gimana Susan Cain bikin kita merasa dimengerti. Buat introvert, buku ini kayak validasi yang selama ini kita cari. Buat ekstrovert, buku ini bisa jadi jembatan untuk lebih ngerti orang-orang di sekitar mereka yang lebih pendiam.

Kalau kamu sering merasa nggak nyaman di keramaian, lebih suka ngobrol mendalam sama segelintir orang, atau butuh waktu sendiri setelah bersosialisasi buku ini buat kamu. Dan kalau kamu pengen lebih ngerti dunia dari sudut pandang yang berbeda, buku ini juga worth it banget.

Seperti yang Susan Cain bilang, mungkin sepertiga dari populasi dunia adalah introvert. Sudah saatnya kita mendengarkan suara yang lebih tenang ini.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top