kamu pernah nggak sih mikir kenapa Denmark selalu masuk jajaran negara paling bahagia di dunia? Sementara kita di sini masih stuck sama drama toxic positivity dan helicopter parenting yang bikin anak-anak malah jadi anxious semua. Nah, buku The Danish Way of Parenting karya Jessica Alexander dan Iben Sandahl ini bakal bikin kamu nge-rethink everything tentang cara mendidik anak.
Kenapa Aku Baca Buku Ini?
Jujur, awalnya aku skeptis banget. Masa iya sih ada “formula ajaib” untuk jadi orangtua yang baik? Tapi setelah scroll-scroll review di Goodreads dan liat rating 4+ stars, akhirnya aku penasaran juga. Plus, siapa sih yang nggak pengen anaknya bahagia tanpa harus jadi orangtua yang controlling abis?
Buku ini ditulis sama Jessica Alexander (seorang American yang married sama Danish guy) dan Iben Sandahl (family therapist dari Denmark). Kombinasi perspektif cross-cultural ini yang bikin bukunya jadi menarik – ada comparison langsung antara cara parenting Amerika vs Denmark.
The PARENT Method: Framework yang Actually Makes Sense
Yang bikin buku ini beda dari parenting book lainnya adalah mereka nggak cuma ngasih teori doang. Ada framework konkret yang mereka sebut “PARENT”:
P – Play (Bermain) Ini bukan sekadar “kasih gadget biar anak anteng” ya. Denmark parents tuh benar-benar committed sama free play time. Mereka percaya bahwa anak-anak butuh waktu untuk bored, untuk bikin kesalahan, untuk explore tanpa ada adult yang constantly directing mereka.
A – Authenticity (Keaslian) Yang ini deep banget. Mereka ngajarin anak untuk jadi diri sendiri, bukan versi “sempurna” yang diharapkan society. No fake smiles, no toxic positivity. Kalau sedih ya boleh sedih, kalau marah ya acknowledge that feeling.
R – Reframing (Mengubah Perspektif) Instead of labeling everything as “good” or “bad”, Danish parents ngajarin anak untuk liat situasi dari berbagai sudut pandang. Gagal ujian? Itu learning opportunity, bukan akhir dunia.
E – Empathy (Empati) Bukan cuma empati ke orang lain, tapi juga ke diri sendiri. Self-compassion ini yang sering kita skip padahal super important.
N – No Ultimatums (Tanpa Ultimatum) Goodbye drama “kalau kamu nggak nurut, mama nggak sayang lagi”. Danish parents avoid emotional manipulation dan lebih fokus ke collaborative problem-solving.
T – Togetherness (Kebersamaan) Quality time yang beneran quality, bukan cuma duduk bareng sambil main HP masing-masing.
Mungkin kamu juga tertarik: Review Buku “Why We Sleep” karya Matthew Walker
Insights yang Bikin Aku Mikir Ulang
1. Kita Terlalu Obsessed sama “Happiness”
Selama ini aku mikir, goal parenting tuh bikin anak happy melulu. Ternyata Danish parents lebih fokus ke well-being jangka panjang. Mereka nggak protect anak dari semua bentuk disappointment atau frustration, tapi ngajarin gimana cara cope dengan perasaan-perasaan itu.
2. Praise yang Salah Kaprah
“Good job!” “You’re so smart!” – ternyata praise kayak gini bisa counterproductive. Danish way lebih ke acknowledge effort dan process, bukan result. Jadi instead of “kamu pinter banget”, lebih ke “aku liat kamu berusaha keras buat solve problem ini”.
3. Co-op vs Competition
Sementara kita sibuk bikin anak jadi “yang terbaik”, Denmark fokus ke kolaborasi. Mereka percaya bahwa anak yang diajarin untuk kerja sama akan lebih resilient dan confident daripada yang constantly competing.
Yang Challenging buat Diterapin di Indonesia
Nggak semua hal dalam buku ini gampang diterapin di konteks Indonesia, to be honest.
Social Pressure: Kita hidup di society yang masih judgmental banget. Susah banget ngasih anak kebebasan untuk “gagal” sementara tetangga sebelah constantly comparing achievements.
Extended Family Drama: Danish family structure lebih nuclear dan independent. Sementara kita? Good luck explaining Danish parenting method ke mertua yang masih percaya “spare the rod, spoil the child”.
Education System: System sekolah kita masih very much competition-based. Gimana mau ngajarin anak tentang collaboration sementara mereka di-rank dari nilai tertinggi ke terendah?
Aplikasi Praktis yang Bisa Kita Coba
Meskipun ada challenges, beberapa hal masih bisa kita adapt:
- Screen-free family time: Minimal 1 jam sehari tanpa gadget, cuma ngobrol atau main bareng
- Validate emotions: Stop bilang “jangan sedih” atau “cowok nggak boleh nangis”
- Process-focused praise: Appreciate effort, bukan cuma hasil
- Problem-solving together: Ajak anak brainstorming solution instead of langsung kasih jawaban
Writing Style dan Readability
Buku ini surprisingly engaging untuk parenting book. Nggak terlalu academic, tapi juga nggak shallow. Ada banyak real-life examples dan research-backed data yang presented dengan cara yang digestible. Aku selesain dalam 2 hari karena emang compelling.
Yang aku suka, mereka nggak judge parenting style yang lain. Tone-nya supportive dan understanding, bukan preachy kayak beberapa parenting expert lainnya.
Ternyata Ini Bukan Tentang Anak Doang
Here’s the thing yang bikin aku surprised – buku ini sebenernya lebih banyak ngomong tentang mindset kita sebagai adults. Cara kita parenting itu reflection dari cara kita treat diri sendiri.
Danish parents bisa santai dan supportive karena mereka juga practicing self-compassion. Mereka nggak constantly anxious tentang being “perfect parents” karena mereka understand that imperfection is part of being human.
So the real plot twist? Mungkin yang perlu kita “fix” itu bukan cara kita mendidik anak, tapi cara kita treat diri sendiri. Anak-anak itu mirror – mereka reflect energy yang kita kasih. Kalau kita constantly stressed, anxious, dan self-critical, ya mereka akan pick up on that energy.
Danish way of parenting works bukan karena mereka punya secret technique, tapi karena mereka genuine comfortable dengan diri mereka sendiri. Dan comfort itu yang mereka pass down ke anak-anak mereka.
Kesimpulan dari The Danish Way of Parenting
Rating: 4.5/5 ⭐
Buku ini worth reading, especially kalau kamu:
- Orangtua baru yang overwhelmed sama contradicting parenting advice
- Merasa stuck dalam pattern negative parenting yang kamu alami dulu
- Pengen raising confident, resilient kids tanpa jadi helicopter parents
- Curious tentang different cultural approaches to parenting
Yang paling aku appreciate adalah buku ini nggak promise quick fix atau instant transformation. It’s about long-term mindset shift yang honestly more sustainable.
Jadi, ready nggak untuk challenge everything yang kamu pikir tentang parenting? Trust me, Danish way might not solve all your problems, tapi at least bakal ngasih kamu perspective baru yang refreshing.


